Pak suhendri adalah kakek
berumur 78 tahun asal kota Tenggarong, Kutai kartanegara Kalimantan Timur. Yang
menolak tawaran 10 milyar untuk 1.5 Hektar tanah miliknya yang ia tanami pohon
sejak 1986 atau sekitar 35 tahun lalu yang kini menjadi sebuah hutan, untuk
dijadikan perumahan/Hotel. Awalnya ia beli dengan harga 100 rb-an ditahun 1979
kala itu ia beli untuk bertani.
Fenomena sosial ini seakan mata kuliah yang satu “kata” nya dihargai 3 sks. Semacam kembali mengaktifkan atau mengingatkan bagaimana seharusnya suasana antara keterkaitan manusia dengan lingkungan (alam). Disaat para individu kebanyakan memikirkan “bagaimana kita bisa bertahan hidup” kemudian mencari jalan pintas yang dianggap epektif namun justru buruk untuk kedepanya, Suhendri justru berfikir bagaimana supaya masyarakat tenggarong masih bisa bernafas, sekaligus menghirup udara segar. Dengan tetap mempertahankan hutan miliknya.
Karena ia berfikir hutan itu tidak akan lagi asri apabila ia jual untuk dijadikan perumahan atau hotel. Seolah Suhendri adalah seorang mahasiswa semester akhir/sarjana Antropologi yang mengimplementasikan atau semacam riset bagaimana hubungan timbalbalik manusia dengan lingkungan (alam) dalam konteks penerapan bagaimana konsep berkehidupan social dari sisi lain.
Emm..atau saya anggap Suhendri justru adalah seorang sarjana pertanian tanpa ijazah bahkan, yang menerapkan konsep agroforestri lulusan Universitas Alam Negeri yang terlanjur lahir semacam cara berfikir jauh kedepan atau dia menjadi wali dari kaum proletar. Yang bagaimana mungkin ia menolak nominal 10 milyar, untuk lahan agar dijadikan perumahan.
seperti ujarnya:
“ saya tidak jual. Siapapun yang menjadi
penerus silahkan walau orang ‘setan’
silakan jika bisa mengurus. Yang penting bertanggung jawab, tidak boleh
diperjual belikan untuk kepentingan pribadi kecuali roboh baru boleh di
manfaatkan”.
Saya analogikan semisal salah satu pegawai pemerintah bernama *****, yang terlibat korupsi pembangunan PLTU Mulut Tambang Riau 1 dan terbukti menerima 2.25 Milyar dari pemegang saham Blackgold Natural Resource yang justru mengadopsi dana untuk keperluan khalayak umum untuk dinikmati secara pribadi. Yang idealnya dia seorang akademisi yang berpendidikan tinggi yang secara otomatis bergelut dengan buku-buku atau teori yang begitu skeptis untuk ia jalankan kiranya.
Kolerasinya terlihat mana orang yang berijazah SD, namun berotak sarjana Dan ijazah sarjana namun dengan kapasitas sekolah
dasar. Yang seakan baru masuk 2 minggu yang lalu. Dengan itu pak suhendri semacam membuat
teks anekdot, yang
keluar kepermukaan/publik pada para pelaku korupsi. Dengan menolak tawaran
uang 10 milyar agar lahanya tetap memberi manfaat banyak bagi masyarakat
tenggarong kutai kartanegara khususnya, melalui salah satu fenomena social dari kaum
proletar. Karena menurutnya memelihara/bermanfaat untuk kepentingan umum tidak
dapat ditukar dengan mata uang apapun, dengan nominal berapapun. Sungguh
pelajaran yang berharga melaui pemikiran/keputusan yang sangat bijak dari pak
suhendri dan patut kita acungi jempol.